Selasa, 23 Juli 2019

Don’t ask me why?!?

Kau tanya tentangku?!? 
sudah pasti aku tak secantik ratu balqis ...
Aku juga bukan wanita kaya yang dermawan seperti Khadijah, Apalagi pintar seperti Aisyah .. 
Dan aku pun tak sesabar fatimah
.
.
Kalo kau bertanya ttg keimananku! Maaf aku bukan wanita soleha, pemahamanku ttg agama seujung kukupun tak sampai ...
.
.
Lalu kau tanya apa yg bisa kau lihat dari diriku???!!? 
“Aku cuma wanita akhir zaman yg penuh khilaf dan munafik yang merindukan surga” 
(semoga Allah Mengampuni dosa2ku)


———————————***———————————

Rabu, 13 Januari 2016

Adzan terakhir Bilal Ibn Rabbah

cerita inspiratif islami, Adzan Terakhir Bilal ibn Rabbah Faeez Imadoed 6.59 am
kisah inspiratif islami

Semenjak Rasulullah wafat, Sahabat Bilal ibn Rabbah menyatakan bahwa dirinya tidak akan mengumandangkan adzan lagi.

Ketika Khalifah Abu Bakar memintanya untuk menjadi muadzin kembali, dengan hati pilu nan sendu Bilal berkata, "Biarkan aku hanya menjadi muadzin Rasulullah saja. Rasulullah telah tiada, maka aku bukan muadzin siapa-siapa lagi."

Abu Bakar pun tak bisa lagi mendesak Bilal untuk kembali mengumandangkan adzan.

Kesedihan sebab ditinggal wafat oleh Rasulullah terus mengendap di hati Bilal. Dan kesedihan itu yang mendorongnya meninggalkan Madinah, dia bersama rombongan pasukan Fath Islamy berangkat menuju Syam, dan kemudian tinggal di Homs, Syria.

Sudah lama Bilal tak mengunjungi Madinah, hingga sampai pada suatu malam, Rasulullah hadir dalam mimpi Bilal, dan menegurnya, "Ya Bilal, Wa maa hadzal jafa ? Hai Bilal, mengapa engkau tak mengunjungiku ? Mengapa sampai seperti ini ?"

Bilal pun bangun terperanjat, segera ia mempersiapkan perjalanan ke Madinah untuk berziarah ke makam Rasulullah. Sekian tahun sudah dia meninggalkan Rasulullah. Setiba di Madinah, Bilal bersedu sedan melepas rasa rindunya pada Rasulullah, kepada Sang Kekasih.

Saat itu, dua pemuda yang telah beranjak dewasa mendekatinya. Keduanya adalah cucu Rasulullah Hasan dan Husein. Dengan mata sembab oleh tangis, Bilal yang kian beranjak tua itupun memeluk kedua cucu Rasulullah tersebut.

Salah satu dari keduanya berkata kepada Bilal, "Paman, maukah engkau sekali saja mengumandangkan adzan untuk kami ? Kami ingin mengenang kakek kami."

Ketika itu, Umar bin Khattab yang saat itu telah menjadi Khalifah juga sedang melihat pemandangan mengharukan tersebut, dan beliaupun juga memohon kepada Bilal untuk mengumandangkan adzan, meski sekali saja.

Bilal pun memenuhi permintaan itu.

Saat waktu shalat tiba, dia naik pada tempat dahulu biasa dia adzan pada masa Rasulullah masih hidup.

Mulailah dia mengumandangkan adzan.

Saat lafadz Allahu Akbar dikumandangkan olehnya, mendadak seluruh Madinah senyap, segala aktifitas terhenti, semua terkejut, suara yang telah bertahun - tahun hilang, suara yang mengingatkan pada sosok Nan Agung, suara yang begitu dirindukan itu telah kembali.

Ketika Bilal meneriakkan kata 'Asyhadu an laa ilaha illallah', seluruh isi kota madinah berlarian ke arah suara itu sambil berteriak, bahkan para gadis dalam pingitan mereka pun keluar.

Dan saat bilal mengumandangkan 'Asyhadu anna Muhammadan Rasulullah', Madinah pecah oleh tangisan dan ratapan yang sangat memilukan. Semua menangis, teringat masa-masa indah bersama Rasulullah, Umar bin Khattab yang paling keras tangisnya. Bahkan Bilal sendiri pun tak sanggup meneruskan adzannya, lidahnya tercekat oleh air mata yang berderai. Hari itu madinah mengenang masa saat masih ada Rasulullah diantara mereka.

Hari itu adalah adzan pertama dan terakhir bagi Bilal setelah Rasulullah wafat. Adzan yang telah menerbitkan rasa kerinduan penduduk Madinah kepada Rasulullah. Adzan yang tak bisa dirampungkan.

Dan pada saat itu, Kota Madinah banjir oleh air mata kerinduan kepada Rasulullah. Allaahumma Sholli 'Alaa Muhammad.

..................................................

Sabtu, 09 Januari 2016

Al ustadz Ahmad Izzah


( diangkat dari Kisah Nyata )

Suatu sore, di tahun 1525. Penjara tempat tahanan orang-orang di situ terasa hening mencengkam. Jendral Adolf Roberto, pemimpin penjara yang terkenal bengis, tengah memeriksa setiap kamar tahanan.

Setiap sipir penjara membungkukkan badannya rendah-rendah ketika 'algojo penjara' itu berlalu di hadapan mereka. Karena kalau tidak, sepatu 'jenggel' milik tuan Roberto yang fanatik .. itu akan mendarat di wajah mereka.

Roberto marah besar ketika dari sebuah kamar tahanan terdengar seseorang mengumandangkan suara-suara Ayat Suci yang amat ia benci.
"Hai ... hentikan suara jelekmu! Hentikan ...!!!" Teriak Roberto sekeras-kerasnya sembari membelalakkan mata.

Namun apa yang terjadi? Laki-laki di kamar tahanan tadi tetap saja bersenandung dengan khusyu'nya. Roberto bertambah berang. Algojo penjara itu menghampiri kamar tahanan yang luasnya tak lebih sekadar cukup untuk satu orang.

Dengan congak ia menyemburkan ludahnya ke wajah renta sang tahanan yang keriput hanya tinggal tulang. Tak puas sampai di situ, ia lalu menyulut wajah dan seluruh badan orang tua renta itu dengan rokoknya yang menyala.

Sungguh ajaib... Tak terdengar secuil pun keluh kesakitan. Bibir yang pucat kering milik sang tahanan amat gengsi untuk meneriakkan kata kepatuhan kepada sang Algojo, bibir keringnya hanya berkata lirih "Rabbi, wa-ana 'abduka ...".

Tahanan lain yang menyaksikan kebiadaban itu serentak bertakbir sambil berkata,
"Bersabarlah wahai ustadz ... Insya Allah tempatmu di Syurga".
Melihat kegigihan orang tua yang dipanggil ustadz oleh sesama tahanan, 'algojo penjara' itu bertambah memuncak amarahnya.

Ia perintahkan pegawai penjara untuk membuka sel, dan ditariknya tubuh orang tua itu keras-keras hingga terjerembab di lantai.
"Hai orang tua busuk!! Bukankah engkau tahu, aku tidak suka bahasa jelekmu itu?! Aku tidak suka apa-apa yang berhubung dengan agamamu!!

Sang Ustadz lalu berucap, "Sungguh ... aku sangat merindukan kematian, agar aku segera dapat menjumpai kekasihku yang amat kucintai, Allah Subhanahu wa ta'ala.. Karena kini aku berada di puncak kebahagiaan karena akan segera menemuiNya, patutkah aku berlutut kepadamu, hai manusia busuk? Jika aku turuti kemauanmu, tentu aku termasuk manusia yang amat bodoh".

Baru saja kata-kata itu terhenti, sepatu laras Roberto sudah mendarat di wajahnya. Laki-laki itu terhuyung. Kemudian jatuh terkapar di lantai penjara dengan wajah bersimbah darah.

Ketika itulah dari saku baju penjaranya yang telah lusuh, meluncur sebuah 'buku kecil'.
Adolf Roberto bermaksud memungutnya. Namun tangan sang Ustadz telah terlebih dahulu mengambil dan menggenggamnya erat-erat.

"Berikan buku itu, hai laki-laki dungu!" bentak Roberto. "Haram bagi tanganmu yang kafir dan berlumuran dosa untuk menyentuh barang suci ini!", ucap sang ustadz dengan tatapan menghina pada Roberto.

Tak ada jalan lain, akhirnya Roberto mengambil jalan paksa untuk mendapatkan buku itu. Sepatu laras berbobot dua kilogram itu ia gunakan untuk menginjak jari-jari tangan sang ustadz yang telah lemah. Suara gemeretak tulang yang patah terdengar menggetarkan hati. Namun tidak demikian bagi Roberto.

Laki-laki bengis itu malah merasa bangga mendengar gemeretak tulang yang terputus. Bahkan 'algojo penjara' itu merasa lebih puas lagi ketika melihat tetesan darah mengalir dari jari-jari musuhnya yang telah hancur.

Setelah tangan renta itu tak berdaya, Roberto memungut buku kecil yang membuatnya penasaran. Perlahan Roberto membuka sampul buku yang telah lusuh. Mendadak algojo itu termenung.

"Ah ... sepertinya aku pernah mengenal buku ini. Tapi kapan? Ya, aku pernah mengenal buku ini." suara hati Roberto bertanya-tanya. Perlahan Roberto membuka lembaran pertama itu.

Pemuda berumur tiga puluh tahun itu bertambah terkejut tatkala melihat tulisan-tulisan "aneh" dalam buku itu. Rasanya ia pernah mengenal tulisan seperti itu dahulu. Namun, sekarang tak pernah dilihatnya di bumi Spanyol. Akhirnya Roberto duduk di samping sang ustadz yang telah melepas nafas-nafas terakhirnya. Wajah bengis sang algojo kini diliputi tanda tanya yang dalam.

Mata Roberto rapat terpejam. Ia berusaha keras mengingat peristiwa yang di alaminya sewaktu masih kanak-kanak.
Perlahan, sketsa masa lalu itu tergambar kembali dalam ingatan Roberto.

Pemuda itu teringat ketika suatu sore di masa kanak-kanaknya terjadi kericuhan besar di negeri tempat kelahirannya ini.
Sore itu ia melihat peristiwa yang mengerikan di lapangan Inkuisisi (lapangan tempat pembantaian kaum muslimin di Andalusia).
Di tempat itu tengah berlangsung pesta darah dan nyawa.
Beribu-ribu jiwa tak berdosa berjatuhan di bumi Andalusia.
Di hujung kiri lapangan, beberapa puluh wanita berhijab jilbab) digantung pada tiang-tiang besi yang terpancang tinggi.
Tubuh mereka bergelantungan tertiup angin sore yang kencang, membuat pakaian muslimah yang dikenakan berkibar-kibar di udara.

Sementara, di tengah lapangan ratusan pemuda Islam dibakar hidup-hidup pada tiang-tiang salib, hanya karena tidak mau memasuki agama yang dibawa oleh para rahib.

Seorang bocah laki-laki mungil tampan, berumur tujuh tahunan, malam itu masih berdiri tegak di lapangan Inkuisisi yang telah senyap. Korban-korban kebiadaban itu telah syahid semua.

Bocah mungil itu mencucurkan airmatanya menatap sang ibu yang terkulai lemah di tiang gantungan. Perlahan-lahan bocah itu mendekati tubuh sang ummi ibu) yang sudah tak bernyawa, sembari menggayuti abayanya.

Sang bocah berkata dengan suara parau, "Ummi.. ummi.. mari kita pulang. Hari telah malam. Bukankah ummi telah berjanji malam ini akan mengajariku lagi tentang alif, ba, ta, tsa ....? Ummi, cepat pulang ke rumah ummi ..."

Bocah kecil itu akhirnya menangis keras, ketika sang ummi tak jua menjawab ucapannya.
Ia semakin bingung dan takut, tak tahu harus berbuat apa. Untuk pulang ke rumah pun ia tak tahu arah.

Akhirnya bocah itu berteriak memanggil bapaknya, "Abi ... Abi ... Abi ..." Namun ia segera terhenti berteriak memanggil sang bapak ketika teringat kemarin sore bapaknya diseret dari rumah oleh beberapa orang berseragam.

"Hai ... siapa kamu?!" teriak segerombolan orang yang tiba-tiba mendekati sang bocah. "Saya Ahmad Izzah, sedang menunggu Ummi ..." jawab sang bocah memohon belas kasih. "
Hah ... siapa namamu bocah, coba ulangi!" bentak salah seorang dari mereka.

"Saya Ahmad Izzah ..." sang bocah kembali menjawab dengan agak grogi. Tiba-tiba "plak! sebuah tamparan mendarat di pipi sang bocah.
"Hai bocah ...! Wajahmu bagus tapi namamu jelek. Aku benci namamu.

Sekarang kuganti namamu dengan nama yang bagus. Namamu sekarang 'Adolf Roberto' ... Awas! Jangan kau sebut lagi namamu yang jelek itu. Kalau kau sebut lagi nama lamamu itu, nanti akan kubunuh!" ancam laki-laki itu.

Sang bocah meringis ketakutan, sembari tetap meneteskan air mata. Anak laki-laki mungil itu hanya menurut ketika gerombolan itu membawanya keluar lapangan Inkuisisi.
Akhirnya bocah tampan itu hidup bersama mereka.

Roberto sadar dari renungannya yang panjang. Pemuda itu melompat ke arah sang tahanan. Secepat kilat dirobeknya baju penjara yang melekat pada tubuh sang ustadz. Ia mencari-cari sesuatu di pusar laki-laki itu. Ketika ia menemukan sebuah 'tanda hitam' ia berteriak histeris, "Abi ... Abi ... Abi ..."

Ia pun menangis keras, tak ubahnya seperti Ahmad Izzah dulu.

Pikirannya terus bergelut dengan masa lalunya. Ia masih ingat betul, bahwa buku kecil yang ada di dalam genggamannya adalah Kitab Suci milik bapaknya, yang dulu sering dibawa dan dibaca ayahnya ketika hendak menidurkannya.
Ia juga ingat betul ayahnya mempunyai 'tanda hitam' pada bahagian pusar.

Pemuda beringas itu terus meraung dan memeluk erat tubuh renta nan lemah. Tampak sekali ada penyesalan yang amat dalam atas ulahnya selama ini. Lidahnya yang sudah berpuluh-puluh tahun alpa akan Islam, saat itu dengan spontan menyebut, "Abi ... aku masih ingat alif, ba, ta, tsa ..." Hanya sebatas kata itu yang masih terekam dalam benaknya.

Sang ustadz segera membuka mata ketika merasakan ada tetesan hangat yang membasahi wajahnya.
Dengan tatapan samar dia masih dapat melihat seseorang yang tadi menyiksanya habis-habisan kini tengah memeluknya. "Tunjuki aku pada jalan yang telah engkau tempuh Abi, tunjukkan aku pada jalan itu ..." Terdengar suara Roberto memelas.

Sang ustadz tengah mengatur nafas untuk berkata-kata, ia lalu memejamkan matanya.
Air matanya pun turut berlinang.
Betapa tidak, jika sekian puluh tahun kemudian, ternyata ia masih sempat berjumpa dengan buah hatinya, ditempat ini. Sungguh tak masuk akal. Ini semata-mata bukti kebesaran Allah.

Sang Abi dengan susah payah masih bisa berucap. "Anakku, pergilah engkau ke Mesir. Di sana banyak saudaramu. Katakan saja bahwa engkau kenal dengan Syaikh Abdullah Fattah Ismail Al-Andalusy. Belajarlah engkau di negeri itu,"

Setelah selesai berpesan sang ustadz menghembuskan nafas terakhir dengan berbekal kalimah indah "Asyhadu an-laa Ilaaha illalloh, wa asyhadu anna Muhammadan Rasullulloh ...'.
Beliau pergi menemui Rabbnya dengan tersenyum, setelah sekian lama berjuang di bumi yang fana ini.

Kemudian..
Ahmad Izzah mendalami Islam dg sungguh-sungguh hingga akhirnya ia menjadi seorang alim di Mesir. Seluruh hidupnya dibaktikan untuk Islam, sebagai ganti kekafiran yang di masa muda sempat disandangnya. Banyak pemuda Islam dari berbagai penjuru dunia berguru dengannya. Dialah Al-Ustadz Ahmad Izzah Al-Andalusy.

Benarlah firman Allah ...

"Maka hadapkanlah wajahmu dengan lurus kepada agama Allah, tetaplah atas fitrah Allah yang telah menciptakan manusia menurut fitrahnya itu. Tidak ada perubahan atas fitrah Allah. Itulah agama yang lurus,tetapi kebanyakan manusia tidak mengetahui." QS:30:30)

Semoga bermanfaat ....

Rabu, 06 Januari 2016

No title (copy paste)

Karena Apa Air Mata Ini Menetes ?
➖➖➖➖➖➖➖➖➖➖➖➖➖➖➖➖➖➖➖➖➖➖➖➖➖
Menangis bukan hanya sekedar naluri manusiawi yang Allah berikan kepada manusia, tapi ia akan menjadi karunia yang sangat besar dari-Nya jika disertai dengan rasa takut, cinta atau berharap kepada-Nya...
Menangis merupakan bukti yang menunjukkan ketakwaan hati, ketinggian jiwa, kesucian sanubari dan kelembutan perasaan...
Menangis karena Allah terjadi manakala melihat kelalaian pada dirinya atau merasa takut akan kesudahannya yang buruk...
Menangis manakala hamba yang bersangkutan ingat kepada Rabbnya dan takut akan dosa-dosa yang telah dilakukannya...
Menangis karena takut kepada Allah adalah menangis yang paling benar, paling jujur dan paling mulia yang bergetar di dalam jiwa serta penerjemah paling kuat bagi hati yang takut...
Menangis karena takut kepada Allah adalah sifat dari hamba-hamba Allah yang bertaqwa dari para Nabi dan orang-orang shalih serta sifat dari orang-orang yang selalu mengikuti langkah-langkah mereka...
Lihatlah perilaku orang shalih di bawah ini :
Abu Sa'id berkata : "Pada suatu hari, aku melihat Manshur bin Zadzan berwudhu. Usai berwudhu, kedua matanya mengucurkan air mata. Ia menangis terus hingga suaranya semakin keras. Aku berkata kepadanya : "Ada apa denganmu, semoga Allah merahmatimu". Manshur bin Zadzan berkata : "Adakah sesuatu yang lebih besar dari urusanku ? Aku ingin berdiri di depan Dzat yang tidak tidur dan mengantuk. Tapi aku khawatir Dia memalingkan muka dariku". Demi Allah, aku menangis karena perkataannya itu" (Shifatu Ash-Shafwah II/12).
Muhammad bin Naahiah berkata :
"Aku shalat shubuh bermakmum di belakang al-Fudhail, dia membaca surat al-Haqqah. Ketika tiba pada bacaan : "Peganglah dia lalu belenggulah tangannya ke lehernya" (Qs.69:30). Al-Fudhail tidak bisa membendung tangisannya" (Siyar A'laam an-Nubalaa' VIII/444).
Dari Ali bin Zaid, dia berkata :
"Suatu malam al-Hasan ada di rumah kami. Pada tengah malam dia menangis. "Wahai Abu Sa'id, semalam engkau telah membuat keluargaku menangis semua", kataku. Dia berkata : "Wahai Ali, sesungguhnya aku berkata kepada diriku sendiri : "Wahai Hasan, boleh jadi Allah melihatmu karena sebagian musibah yang menimpamu, lalu Dia berfirman : "Berbuatlah sesukamu, karena Aku tidak menerima sedikit pun dari amalmu" (Az-Zuhd no.1608 oleh Imam Ahmad).
🌺 Masya Allah, mereka adalah orang yang dekat kepada Allah tapi sangat takut kepada-Nya, lalu bagaimana dengan KITA yang sangat sedikit dalam iman, ilmu dan amal...?
⚠ Wahai saudaraku, air mata apakah yang selalu menetes dari mata ini…?
🔸 Apakah air mata yang menetes karena kehilangan hal-hal dunia semata…?
🔸 Atau air mata yang menetes karena kehilangan harta…?
🔸 Atau air mata yang menetes karena harta yang haram…?
🔸 Atau air mata yang menetes karena kehilangan kekuasaan…?
🔸 Atau air mata yang menetes karena mendapatkan kekuasaan…?
🌺 Maka cobalah perhatikan, air mata manakah yang paling sering menetes dari air mata ini…?
🔹 Pernahkah air mata ini menetes karena takut dan harap kepada Allah…?
🔹 Pernahkah air mata ini menetes karena sangat rindu ingin bertemu dengan Rasulullah…?
🔹 Pernahkah air mata ini menetes karena dosa-dosa dan maksiat yang telah dilakukan…?
🔹 Pernahkah air mata ini menetes karena takut orang tua nantinya diazab Allah…?
🔹 Pernahkah air mata ini menetes karena takut akan su’ul khatimah…?
🔹 Pernahkah air mata ini menetes karena memikirkan alam kubur…?
🔹 Pernahkah air mata ini menetes karena memikirkan nasib di akhirat kelak…?
🔹 Pernahkah air mata ini menetes karena memikirkan surga dan neraka Allah…?
🔹 Pernahkah air mata ini menetes karena banyaknya hilang pahala akhirat…?
🔹 Pernahkah air mata ini menetes karena banyaknya waktu yang terbuang sia-sia…?
🔹 Pernahkah air mata ini menetes karena banyaknya ilmu yang belum diketahui…?
🔹 Pernahkah air mata ini menetes karena banyaknya ilmu yang belum diamalkan…?
🔹 Pernahkah air mata ini menetes karena jarangnya harta dikeluarkan untuk sedekah…?
🔹 Pernahkah air mata ini menetes karena jarangnya hadir di majelis taklim…?
🔹 Pernahkah air mata ini menetes karena kehilangan shalat tahajjud di malam hari…?
🔹 Pernahkah air mata ini menetes karena kehilangan shalat dua raka’at sebelum subuh…?
🔹 Pernahkah air mata ini menetes karena kehilangan shalat berjamaah di masjid…?
🔹 Pernahkah air mata ini menetes karena melihat penderitaan kaum muslimin di tempat lain…?
🔹 Pernah jugakah air mata ini menetes karena takut tidak mendapatkan rahmat dan ridha Allah…?
⚠ Renungkanlah wahai saudaraku…!
🌺 Menangislah sebelum menyesal, sebab perjalanan sangatlah jauh dan bekal hanya sedikit...!
▪ Abu Musa al-Asy'ari radhiyallahu 'anhu berkata :
"Menangislah kalian...karena sesungguhnya para penghuni neraka itu menangis padahal tidak ada yang merasa kasihan dengan tangisan mereka, maka menangislah sekarang...karena tangisan kalian saat ini masih dikasihani" (Az-Zuhd no.1101 oleh Imam Ahmad).
🌺 Datangilah majelis tangis, yaitu majelis yang mengingatkan akan negeri akhirat, majelis yang dapat menyuburkan iman dan taqwa, majelis yang didalamnya dibacakan ayat-ayat Allah dan sabda Rasulullah, yang dengan itu semua menyebabkan air mata ini berlinang dan hati ini tunduk, bergetar serta takut kepada-Nya...
▪ Imam Ibnul Jauzi berkata : "Suatu hari aku duduk. Di sekelilingku terdapat lebih dari 10rb orang. Dan tidak ada seorang pun dari mereka kecuali hatinya tergetar dan melembut, hingga air mata mereka mengalir. Aku berkata kepada diriku sendiri : "Bagaimana keadaanmu, jika mereka selamat, tapi engkau sendiri celaka ?". Lalu ia pun menangis...
▪ Dari al-Mughirah bin Muhawisy, dia pernah bertanya kepada al-Hasan : "Wahai Abu Sa'id, kami sudah bertemu dengan para ulama yang mengingatkan kami dan membuat kami ketakutan, sehingga hampir saja jantung kami berhenti berdetak. Sementara perkataan ulama lain biasa-biasa saja". Al-Hasan berkata : "Wahai Abdullah, sesungguhnya orang yang membuatmu takut hingga engkau mendapatkan keamanan lebih baik daripada orang yang membuatmu merasa aman hingga kemudian engkau menuai ketakutan" (Az-Zuhd no.1458 oleh Imam Ahmad).
▪ Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda :
"Tidak akan masuk neraka seseorang yang menangis karena merasa TAKUT KEPADA ALLAH......" (HR.At-Tirmidzi, an-Nasaa'i dan al-Hakim, lihat Shahiihut Targhiib wat Tarhiib no. 3324, hadits dari Abu Hurairah).
🔺 Ya Allah, lindungilah kami dari kedua mata kami yang tidak pernah menangis karena takut kepada-Mu...!
🔺 Ya Allah, lindungilah kami dari kedua mata kami yang tidak pernah menangis karena mengharap ampunan-Mu...!
🔺 Ya Allah, lindungilah kami dari kedua mata kami yang tidak pernah menangis karena bertaubat kepada-Mu...!
🔺 Ya Allah, gantikan air mata kami yang menetes karena-Mu dengan air penyejuk yang akan menyejukkan kami dari panasnya api neraka-Mu...!
🔺 Ya Allah...
tidak ada satupun yang tersembunyi di mata-Mu...
Engkau Maha Mengetahui siapa kami sebenarnya...
🔵terlalu banyak dosa yang telah kami kerjakan...
terlalu banyak maksiat yang telah kami lakukan...
terlalu banyak waktu yang telah kami lalaikan...
terlalu banyak nikmat yang tidak kami syukuri...
terlalu banyak orang yang telah kami zhalimi...
🔵 alangkah malunya kami yang banyak dosa...
alangkah hinanya kami yang banyak maksiat...
alangkah kotornya kami yang banyak berbuat kesalahan...
tapi...
🌺 Engkau masih memberikan kami kesempatan untuk menengadahkan tangan kepada-Mu...
Engkau masih memberikan kami kesempatan untuk memohon rahmat dan ampunan-Mu...
bersihkanlah dosa-dosa kami...
angkatlah dosa-dosa kami...
🌺 Berilah kesempatan pada sisa umur yang Engkau berikan kepada kami...
jangan Engkau cabut hidayah yang telah Engkau berikan kepada kami...
berilah kesempatan taubat sebelum kami wafat...
dapat rahmat-Mu saat kami wafat...
dapat ampunan-Mu setelah kami wafat...
🌺 Kami orang yang malang yang membutuhkan...
yang minta pertolongan dan perlindungan...
yang gemetar dan takut...
yang mengakui dosa-dosa...
🌺 Kami meminta kepada-Mu seperti orang miskin...
berdoa sepenuh hati kepada-Mu seperti pendosa yang hina...
memohon kepada-Mu dengan permohonan orang yang takut lagi buta...
air matanya tumpah karena-Mu...
tubuhnya merendah kepada-Mu...
hidungnya menghinakan diri kepada-Mu...
Ya Allah...
🔵 Apabila telah tiba masa kematian kami
maka wafatkanlah kami
dalam keadaan beriman...
dalam keadaan islam...
dalam keadaan berdzikir...
dalam kelezatan beribadah...
dalam kerinduan berjumpa dengan-Mu...
dalam keadaan husnul khatimah...
🌺 Alangkah bahagianya…
seandainya maut menjemput sedang berurai air mata merasakan manisnya iman dalam sujud penghambaan dan rindu akan perjumpaan dengan-Nya…

✒ Ustadz Najmi Umar Bakkar

Selasa, 05 Januari 2016

Menangis itu indah

( Oase Iman Buya Yahya )

Suatu ketika Rosulullah SAW becerita tentang seorang yang tampil sebagai yang merindukan Allah SWT, sebagai yang menuju ridho Allah SWT, dan sebagai yang berharap kepada Allah SWT. Akan tetapi, ia adalah orang yang tidak peduli terhadap dosa dan tidak pernah menyesali atas kesalahannya. Lalu Rosulullah berkata, "Bagaimana do'anya akan terkabul?" Bagaimana harapannya terpenuhi? Bagaimana kerinduannya terobati? Sementara dia adalah orang yang gemar dengan dosa, makan dan minumnya dari yang haram, serta berpakaian dari yang haram.”

Sahabatku, dari gambaran perilaku tersebut bisa dipahami, artinya ada yang menghalangi langkah-langkah kita menuju Allah SWT dan ada yang menghambat perjanalan kita menuju keridhoan Allah SWT. Yang berjuang dengan sungguh-sungguh dalam menempuh jalan menuju Alloh SWT akan menemui kesia-siaan, jika ia tidak sadar akan adanya penghalang serta berusaha untuk menghilangkannya. Penghalang itu adalah dosa, dan untuk menghilangkannya adalah dengan bertaubat. Maka taubat adalah hal pertama dan utama yang harus dilakukan bagi seseorang yang ingin menempuh jalan menuju ridho Allah SWT. Dan yang bisa bertaubat hanyalah orang yang pernah merenungi dosa-dosanya serta menyadari kesalahannya.

Renungkanlah wahai sahabat ! Bagaimana bisa bertaubat orang yang tidak pernah menyesali dosa-dosanya dan bagaimana bisa menyesal orang yang tidak pernah merenungi kesalahannya. Merenungi bahwa kesalahan adalah sebab murka Allah SWT dan jika Allah SWT murka, maka Allah SWT akan menyiksanya. Sungguh, dosa sebesar apapun jika disesali lalu memohon ampun dengan sungguh-sungguh, maka Allah SWT akan mengampuni. Begitu juga dosa sekecil apapun jika tidak pernah disesali, maka Allah SWT tidak akan mengampuni. Yang telah bertaubat akan kembali bersih seperti yang belum pernah berdosa. Yang telah bertaubat menjadikan syaitan sangat menyesal dan kecewa tiada terkira.
Bahkan satu hal yang menakjubkan bagi Rasulullah SAW adalah orang yang terjerumus dalam dosa dan bermaksiat, lalu ia bertaubat disaat ia masih mudah dan memiliki banyak peluang untuk terus melakukan dosa tersebut.

Sahabatku, Pernahkah kita merenung, jika kematian menjelang sementara dosa-dosa kita belum diampuni oleh Allah SWT? Sudahkah kita sadari jika dosa belum diampuni itu artinya Allah SWT akan menyiksa kita di alam barzah dan akan dilanjutkan dengan siksa di akhirat kelak? Alangkah mengerikannya siksa dan murka Allah SWT. Sudahkah kita menangis di tengah malam, saat kita mengadu kepada Allah SWT? Sudahkah kita menangis, saat kita teringat dosa-dosa? Sudahkah kita menangis disaat kita memohon ampun kepada Allah SWT? Jangan ragu dengan Allah SWT! Allah SWT akan mengampuni dosa sebanyak apa pun jika kita menyesalinya. Dan Allah SWT tidak akan mengampuni dosa sekecil apa pun jika kita tidak menyesalinya. Sungguh saat terindah adalah saat menitikan air mata penyesalan atas dosa-dosa. Dan mata yang menangis karena takut murka Allah SWT tidak akan menangis lagi kelak di akhirat disaat mata-mata orang berdosa pada menangis.

Menangislah! Menangislah kerena dosa-dosa! Jika kita belum bisa menangis, maka berusahalah terus untuk menangis. Dan jika kita masih tidak bisa menangis, maka menangislah karena kita telah tidak bisa menangis. Sebab saat itu hati kita teramat keras. Dan sungguh hati yang keras bukanlah lahan yang subur untuk menanam kerinduan dan cinta kepada Allah SWT. Hati yang keras akan subur dengan lumut ketakaburan yang hanya akan menjauhkan seseorang dari menerima dan menginsyafi kebenaran. Menangislah wahai sahabatku ! Untuk menyesali semua dosa-dosa yang telah kita perbuat. Itulah tangisan indah, tangisan penyesalan.

Wallahu a’lam bisshowab

Masihkan mengumpulkan harta dibanding amalmu

MENEMANI MAYAT SELAMA 40 HARI

Alkisah seorang Konglomerat yang sangat kaya raya menulis surat wasiat: "Barang siapa yang mau menemaniku selama 40 hari di dalam kubur setelah aku mati nanti, akan aku beri warisan separuh dari harta peninggalanku."

Lalu ditanyakanlah hal itu kepada anak-anaknya apakah mereka sanggup menjaganya di dalam kubur nanti.
Tapi anak-anaknya menjawab, "Mana mungkin kami sanggup menjaga ayah, karena pada saat itu ayah sudah menjadi mayat."

Keesokan harinya, dipanggillah semua adik-adiknya. Dan beliau kembali bertanya, “Adik-adikku, sanggupkah diantara kalian menemaniku di dalam kubur selama 40 hari setelah aku mati nanti? Aku akan memberi setengah dari hartaku!"

Adik-adiknya pun menjawab, “Apakah engkau sudah gila? Mana mungkin ada orang yang sanggup bersama mayat selama itu di dalam tanah.”

Lalu dengan sedih Konglomerat tadi memanggil ajudannya, untuk mengumumkan penawaran istimewanya itu ke se antero negeri.

Akhirnya, sampai jugalah pada hari di mana Konglomerat tersebut kembali ke Rahmatullah. Kuburnya dihias megah laksana sebuah peristirahatan termewah dengan semua perlengkapannya.

Pada waktu yang hampir bersamaan, seorang Tukang Kayu yang sangat miskin mendengar pengumuman wasiat tersebut. Lalu Tukang Kayu tersebut dengan tergesa-gesa segera datang ke rumah Konglomerat tersebut untuk memberitahukan kepada ahli waris akan kesanggupannya.

Keesokan harinya dikebumikanlah jenazah Sang Konglomerat. Si Tukang Kayu pun ikut turun ke dalam liang lahat sambil membawa Kapaknya. Yang paling berharga dimiliki si Tukang Kayu hanya Kapak, untuk bekerja mencari nafkah.

Setelah tujuh langkah para pengantar jenazah meninggalkan area pemakaman, datanglah Malaikat Mungkar dan Nakir ke dalam kubur tersebut.

Si Tukang kayu menyadari siapa yang datang, ia segera agak menjauh dari mayat Konglomerat. Di benaknya, sudah tiba saatnya lah si Konglomerat akan diinterogasi oleh Malaikat Mungkar dan Nakir.

Tapi yang terjadi malah sebaliknya, Malaikat Mungkar-Nakir malah menuju ke arahnya dan bertanya, "Apa yang kau lakukan di sini?"

Aku menemani mayat ini selama 40 hari untuk mendapatkan setengah dari harta warisannya", jawab si Tukang kayu.

Apa saja harta yang kau miliki?", tanya Mungkar-Nakir.
"Hartaku cuma Kapak ini saja, untuk mencari rezeki", jawab si Tukang Kayu.

Kemudian Mungkar-Nakir bertanya lagi, "Dari mana kau dapatkan Kapakmu ini?"
"Aku membelinya", balas si Tukang Kayu.
Lalu pergilah Mungkar dan Nakir dari dalam kubur tersebut.

Besok di hari kedua, mereka datang lagi dan bertanya, "Apa saja yang kau lakukan dengan Kapakmu?"
"Aku menebang pohon untuk dijadikan kayu bakar, lalu aku jual ke pasar", jawab tukang kayu.

Di hari ketiga ditanya lagi, "Pohon siapa yang kau tebang dengan Kapakmu ini?"
"Pohon itu tumbuh di hutan belantara, jadi ngak ada yang punya", jawab si Tukang Kayu.
"Apa kau yakin?", lanjut Malaikat.
Kemudian mereka menghilang.

Datang lagi di hari ke empat, bertanya lagi "Adakah kau potong pohon-pohon tersebut dengan Kapak ini sesuai ukurannya dan beratnya yang sama untuk dijual?"
"Aku potong dikira-kira saja, mana mungkin ukurannya bisa sama rata", tegas tukang kayu.

Begitu terus yang dilakukan Malaikat Mungkar Nakir, datang dan pergi sampai tak terasa sekarang 39 hari sudah. Dan yang ditanyakan masih berkisar dengan Kapak tersebut.

Di hari terakhir yang ke 40, datanglah Mungkar dan Nakir sekali lagi bertemu dengan Tukang kayu tersebut. Berkata Mungkar dan Nakir, "Hari ini kami akan kembali bertanya soal Kapakmu ini".

Belum sempat Mungkar-Nakir melanjutkan pertanyaannya, si Tukang kayu tersebut segera melarikan diri ke atas dan membuka pintu kubur tersebut. Ternyata di luar sudah banyak orang yang menantikan kehadirannya untuk keluar dari kubur tersebut.

Si Tukang Kayu dengan tergesa-gesa keluar dan lari meninggalkan mereka sambil berteriak, "Kalian ambil saja semua bagian harta warisan ini, karena aku sudah tidak menginginkannya lagi."

Sesampai di rumah, si Tukang Kayu berkata kepada istrinya, "Aku sudah tidak menginginkan separuh harta warisan dari mayat itu. Di dunia ini harta yang kumiliki padahal cuma satu Kapak ini, tapi Malaikat Mungkar-Nakir selama 40 hari yang mereka tanyakan dan persoalkan masih saja di seputar Kapak ini. Bagaimana jadinya kalau hartaku begitu banyak? Entah berapa lama dan bagaimana aku menjawabnya."

Dari Ibnu Mas’ud RA dari Nabi Muhammad SAW bahwa beliau bersabda, "Tidak akan bergerak tapak kaki anak Adam pada hari kiamat, hingga ia ditanya tentang 5 perkara, yaitu umurnya untuk apa dihabiskannya, masa mudanya kemana dipergunakannya, hartanya darimana ia memperolehnya dan kemana dibelanjakannya, ilmunya sejauh mana diamalkan?" (HR. Turmudzi)

Sabtu, 02 Januari 2016

Keteguhan Asiyah istri fir’aun


Asiyah binti Muzahim, istri raja Fir’aun yang dijadikan simbol sebagai seorang istri penyabar adalah sosok wanita yang patut diteladani, dengan segala keteguhan dan kesabarannya, meski telah mendapat perlakuan buruk dari sang suami.

Semula Asiyah adalah satu-satunya wanita yang sangat dicintai oleh raja Fir’aun. Meski Fir’aun dikenal sebagai raja kejam yang tak segan-segan melakukan pembunuhan terhadap siapa saja yang menentangnya, namun terhadap wanita ini, Fir’aun sepertinya masih ada perasaan “bertekuk lutut”nya. Kepada wanita ini Fir’aun rela mempersembahkan apa saja sebagai bukti rasa cintanya, termasuk salah satunya mengangkat Musa sebagai anak angkat atas permintaan Asiyah, yang sebenarnya kelak akan menjadi musuhnya sendiri.

Disebutkan bahwa Asiyah memang seorang wanita yang begitu cantik. Kecantikan wajah yang dimiliki juga diimbangi dengan keluhuran budi yang mulia. Maka tak heran jika Fir’aun mau memberikan segalanya kepada istrinya itu. Bahkan konon Fir’aun membangun sebuah istana kecil di pinggir sungal Nil yang khusus dipersembahkan kepada Asiyah, istri tercintanya.

Di awal-awal kehidupan berumah tangga tentu Asiyah masih bisa merasakan kebahagiaan sebagai istri seorang raja. Namun kebahagian itu tidak bisa dirasakan dalam jangka waktu yang lama. Sejak Fir’aun mengaku diri sebagai Tuhan, sekaligus memaksa kepada semua rakyatnya untuk menyembahnya, sejak itu pula tekanan batin mulai dirasakan Asiyah. Paksaan Fir’aun supaya disembah dan diakui sebagai Tuhan tidak hanya berlaku bagi semua rakyat, namun juga terhadap Asiyah, istri Fir’aun sendiri. Dalam posisi seperti itu Asiyah tidak bisa berbuat banyak kecuali harus menuruti apa yang dipaksakan suami, meski dalam hati ia berontak.

Asiyah adalah contoh wanita yang begitu sabar menghadapi keburukan sikap dari sang suami. Meski suami terus memperlakukan buruk, namun tetap saja ia berusaha untuk sabar dan tabah menghadapi cobaan derita tersebut. Begitu sabar dan tabahnya sikap Asiyah, sampai-sampai ia mau berkorban nyawa menghadapi perlakuan suaminya itu.

Dikisahkan bahwa Asiyah sebenarnya mulai meyakini ajaran agama yang dibawa oleh Musa, anak angkatnya. Sejak Musa bersama Harun berusaha untuk meyadarkan Fir’aun, diam-diam Asiyah mulai sadar bahwa Tuhan yang sesungguhnya bukanlah suaminya, melainkan Dzat yang menciptakan bumi berserta isinya. Dan puncak dari ketabahan Asiyah hingga ia harus menerima siksaan dari Fir’aun adalah ketika Fir’aun menerima kekalahaan atas Musa pada saat pertarungan adu kekuatan antara ahli sihir Fir’aun dengan kekuatan mu’jizat yang diberikan Allah kepada Musa.

Ternyata Asiyah yang telah menyaksikan jalannya pertarungan sihir tersebut mendapat hidayah dari Allah atas peritiwa itu dan langsung beriman kepada Tuhannya Musa. Bertahun-tahun lamanya ia memendam ketidakpercayaan terhadap suaminya yang mengakui sebagai Tuhan, kini wanita tersebut menjadi sadar bahwa ada Tuhan yang sesungguhnya. Peristiwa yang baru disaksikan adalah sebuah bukti dari kekuasaan Allah yang mampu membuka mata batinnya untuk menerima keimanan sebagai pegangan hidup. Seketika itu Asiayah menyatakan diri sebagai muslim, bahkan dia juga berani berterus terang kepada Fir’aun.

Firaun pun murka dan menjatuhkan hukuman kepadanya. Para algojo diperintahkan Firaun untuk segera melakukan penyiksaan kepada Asiyah, yang olehnya dianggap murtad itu. Tubuh Asiyah ditelantangkan di atas tanah di bawah terik sinar matahari. Kedua tangannya diikat kuat ke tiang-tiang yang dipatok ke tanah agar ia tak dapat bergerak-gerak. Wajahnya yang telanjang dihadapkan langsung ke arah sinar matahari. "Asiyah pastilah tidak akan tahan akan sengatan panas matahari, dan akhirnya ia akan mengubah keimanannya kepadaku," demikian pikir Firaun.

Tetapi ternyata Tuhan tidak membiarkan hambanya menderita akibat kekafiran Firaun. Setiap kali para algojo meninggalkan Asiyah dalam hukumannya, segera malaikat menutup sinar matahari itu, sehingga langit menjadi teduh dan Asiyah tak merasakan sengatan matahari yang ganas itu. Asiyah tetap segar-bugar meskipun sudah dihukum berat.

Kemarahan Fir’aun terhadap Asiyah semakin memuncak manakala Asiyah tetap pada pendiriannya dan lebih memilih mempercayai aqidah yang dibawa Musa dan Harun. Dan kemudian Fir’aun mengutus seseorang untuk datang kepada istrinya itu. Kepada utusan tersebut Fir’aun berkata, “Bawalah sebuah batu yang besar. Jika Asiyah tetap beriman pada Tuhan Musa dan Harun, pukulkan batu besar itu ke kepadanya. Namun jika ia mengubah pendiriannya maka tetaplah ia menjadi istriku”.

Maka pada saat utusan tersebut sampai kepada Asiyah, istri Fir’aun ini sedang mendongakkan kepalanya ke langit. Untuk selanjutnya ia berdo’a kepada Allah. Al qur’an mengabadikan do’a Asiyah tersebut dalam sebuah ayat Al-Qur'an

Dari Abu Hurairah Radhiyallaahu 'anhu bahwa Rasulullah Shallallohu 'alaihi wa sallam bersabda, "Sesungguhnya Fir’aun mengikat istrinya dengan besi sebanyak 4 ikatan, pada kedua tangan dan kedua kakinya. Jika ia telah meninggalkan Asiyah terbelenggu maka para Malikat menaunginya. Ketika itulah ia berdoa kepada Allah,

رَبِّ ابْنِ لِي عِندَكَ بَيْتًا فِي الْجَنَّةِ وَنَجِّنِي مِن فِرْعَوْنَ وَعَمَلِهِ وَنَجِّنِي مِنَ الْقَوْمِ الظَّالِمِينَ 

"Ya Rabbku, bangunlah untukku sebuah rumah di sisiMu dalam surga dan selamatkanlah aku dari Fir'aun dan perbuatannya dan selamatkanlah aku dari kaum yang zhalim". (At-Tahrim: 11).

Kemudian diperlihatkan untuknya tempat tinggalnya di dalam Surga." [1]

Utusan Fir’aun itu mendekat dan menanyakan perihal keimanan yang dipegang teguh Asiyah. Wanita ini dengan tegarnya menjawab bahwa dia tetap dalam pendiriannya, mengakui bahwa ajaran yang dibawa Musa dan Harun adalah ajaran yang benar. Asiyah menyatakan dengan tegas bahwa tiada Tuhan selain Allah. Sesuai dengan perintah Fir’aun , utusan itupun langsung mengangkat batu besar yang akan dipukulkan ke kepala Asiyah. Namun sebelum batu tersebut mengenai kepalanya, terlebih dahulu Allah memerintahkan kepada malaikat Izrail untuk mencabut nyawa wanita mulia ini. Dengan demikian Asiyah selamat dari siksaan pukulan batu yang akan dibenturkan oleh utusan Fir’aun. Baru setelah tubuh Asiyah ambruk tak bernyawa lagi, utusan itu langsung membenturkan batu besar ke kepala Asiyah hingga kepalanya berlumuran darah.

Subhanallah! Begitu tegar hati Asiyah dalam mempertahankan keimannya. Sungguhlah pantas jika Allah mengabadikan kisah kesabaran dan ketabahan Asiyah didalam Al Qur’an. Bahkan sangat tak berlebihan jika Nabi sendiri menyerukan kepada umat perempuannya untuk banyak belajar kepada wanita yang satu ini. Malah Nabi menyatakan dengan tegas bahwa siapapun yang bisa menjalani hidup sabar atas penderitaanya dalam rumah tangga, maka ia akan diberi pahala surga, sebagaimana Asiyah. 

Hikmah yang dapat dipetik 

1. Pengaruh iman yang benar tatkala menghadapi cobaan dan siksaan yang setiap saat menghadang seorang mukmin dalam kehidupannya.
2. Orang kafir selamanya memendam rasa iri pada orang-orang beriman.
3. Pertolongan Allah Subhanahu wa Ta'ala senantiasa diberikan kepada orang-orang mukmin.
4. Sebagian dari hamba Allah Subhanahu wa Ta'ala lebih memilih kenikmatan di akhirat daripada di dunia.
5. Maha santun dan lemah lembutnya Allah Subhanahu wa Ta'ala.
6. Penetapan karamah untuk para wali Allah Subhanahu wa Ta'ala yang shalih.

[1] HR. Abu Ya’la, 4/1521; as-Suyuthi dalam ad-Durrul Mantsur, 6/245; al-Hafizh mengatakan dalam al-Mathalib al-Aliyah, 3/390 bahwa hadits ini shahih mauquf.

Sumber: alsofwah3mbunhati

Nothing to say . . . © 2008 Template by:
SkinCorner